Senin, 26 Desember 2016

Filsafat dalam Periode Klasik

Periode klasik dari sejarah filsafat biasanya banyak disebutkan dimulai dari filosof-filosof pra-Socrates, seperti Thales, Anaximenes, Anaximander, Parmenides, Heraclitus, Pythagoras, dan Democritos. Dari filosof-filosof pre-Socrates, kemudian diikuti filosof-filosof Yunani legendaris, seperti Socrates, Plato, Aristoteles. Setelah mereka, periode klasik sejarah filsafat diakhiri dengan serentetan filsafat mulai dari neoplaonisme, epicureanisme, skeptisisme, stoisisme, dan rumusan-rumusan paling awal dari pemikiran-pemikiran orang-orang Yahudi dan Kristen.

Oleh karena itu, sejarah filsafat periode klasik, yaitu pada jaman Yunani Kuno, sering dalam literatur-literatur filsafat dibagi menjadi dua peiode. Ada yang menyebut Periode Klasik I dan Periode Klasik II, ada yang menamai Periode Yunani Kuno dan Yunani Setelah Klasik, dan lain sebagainya. Tulisan ini lebih suka menggunakan Yunani Periode Sebelum Socrates, Yunani Periode Trio Filosof Legendaris, dan Yunani Periode Setelah Trio Filosof Legendaris.

a. Yunani Periode Sebelum Socrates (600-400 SM)

Zaman Yunani sebelum Socrates (600-400 SM) merupakan masa pertumbuhan pemikiran filosofis yang membedakan diri dari kondisi pada saat itu yang didominasi pemikiran-pemikiran mitologis. Para filosof cenderung menawarkan pemikiran rasional yang penuh dengan argumen logis yang sebelumnya menganggap bahwa alam tercipta karena adanya dewa Apollo, atau dewa-dewa yang ada di planet lain.

Argumen yang ditawarkan para filosof masa ini cenderung menganggap alam ini berasal dari air demikian dikemukakan oleh Thales (625-545 BC). Bahkan Thales menambahkan bahwa air adalah segala sesuatu, sebab air dibutuhkan oleh semua yang ada. Air dapat diamati dalam bentuknya yang bermacam-macam. Air dapat berbentuk benda halus (uap), sebagai benda cair (air), sebagai benda keras (es). Air dapat diamati di mana-mana, di laut, di danau atau di tempat amndi bahkan di makanan sekalipun. Berbeda dengan Thales, Anaximandros (610-540 BC) mengatakan bahwa realitas terdasar bukanlah air melainkan to apeiron yaitu sesuatu yang tidak terbatas. Sebab air masih ada lawannya adalah api. Api tidak mungkin berasal dari air. Oleh sebab itu to apeiron pada dasarnya adalah sesuatu yang tidak terbatas. Alam terjadi dari to aperion disebabkan oleh adanya penceraian (ekliresis) dari yang tidak terbatas (to apeiron), dilepas unsur-unsur yang berlawanan seperti panas dan dingin, kering dan basah dan sebagainya, selain itu juga ada hukum keseimbangan. Anaximenes (538-480 BC) berpendapat lain bahwa alam ini berasal hawa dan udara. Heraklitos (540-475 BC) mengatakan bahwa segala sesuatu menjadi, segala yang ada bergerak terus menerus, bergerak secara abadi artinya perubahan adalah pangkal dari yang ada. Lain halnya Parmindes (540-475 BC) yang bertolak belakang dari Heraklitos.

Filosof-filosof awal pada periode ini mengenalkan suatu cara baru dalam memahami dunia di sekitarnya. Cara baru mereka adalah berpikir memahami dunia atau alam semesta dengan cara yang non-mitologis. Mereka menggunakan daya nalar rasional untuk menjelaskan alam semesta. Mereka tidak memahami alam dari luar diri manusia, seperti hanya mengambil jawaban dari mitos-mitos yang sudah ada, melainkan dari dalam diri manusia itu sendiri, yakni dengan menggunakan rasio atau akal manusia itu sendiri.

b. Yunani Periode Trio Filosof Legendaris

Periode ini adalah masa yang terbentang antara 500-300 SM di Yunani Kuno. Era ini merupakan pola pemikiran Yunani Klasik yang sangat menonjol dari segi analisis rasionalnya. Era ini bersinar dan berpengaruh luas ke seluruh dunia karena pemikiran tiga filosof Yunani yang legendaris, yaitu Socrates (470-400 SM), Plato (428-348 SM), dan Aristoteles (384-322 SM).

Trio filosof besar diataslah yang banyak memberikan kontribusi besar terhadap dunia filsafat dan ilmu pengetahuan. Bahkan dapat dikatakan bahwa puncak filsafat Yunani dicapai pada zaman ini. Banyak sekali temuan filosofis yang disumbangkan pada zaman ini antara lain Sokrates menyumbangkan tentang nilai kebaikan yang dicapai melalui pengetahuan tentang apa yang baik itu. Plato merupakan penggabung pemikiran Heraklitos dan Parminedes dan melahirkan tentang faham idealisme. Idealisme Plato menekankan tentang alam idea yang menjadi sumber dari yang tampak sebagai fenomena. Ia berkesimpulan sebenarnya realitas yang tampak itu secara empiris itu bukan merupakan realitas yang sesungguhnya. Realitas yang sesungguhnya adalah apa yang ada dibalik realitas yang tampak. Plato meyakini bahwa dalam pikiran manusia terdapat ide-ide bawaan. Ide-ide ini akan terpanggil kembali ketika melihat hal-hal, benda-benda, atau realitas yang bisa dipersepsi. Pengetahuan tidak lebih dari proses rekoleksi ide-ide yang telah ada secara bawaan melalui pengamatan terhadap benda-benda atau kejadian-kejadian empiris.

Berbeda dengan Plato yang berbicara tentang sesuatu yang ada secara hakiki dalam ide, Aristoteles murid dari Plato berseberangan dengan pandangan gurunya. Dia cenderung mengabaikan ide sebagai sesuatu yang ada secara sejati, dan mengatakan bahwa benda-benda dan kejadian-kejadian ada dan terjadi secara empiris yang bisa dilpersepsi merupakan realitas-realitas yang ada secara nyata, bukan fatamorgana. Dari pemikirannya ini lahir paham realisme. Realisme merupakan paham filsafat yang mengakui bahwa yang ada secara empiris adalah ada meskipun ia tidak dipersepsi atau dipikirkan, sebagaimana nyatanya pemikiran yang menghasilkan gagasan atau ide.

Ketiga tokoh inilah sebagai cikal bakal pengembangan ilmu pengetahuan, karena merekalah yang memulai berpikir mikrokosmos yakni memasuki alam dan seisinya termasuk manusia. Aristoteles membagi filsafat menjadi empat : Logika, Filsafat Teoritik : metafisika, fisika dan matematika, Filsafat Praktik : politik, ekonomi dan etika, serta Filsafat Poetika yakni estetika . Inilah landasan ontologik ilmu pengetahuan dan sekaligus juga landasan epistimologik. Pandangan Aristoteles memetakan adanya konsep filsafat sebagai landasan pengembangan ilmu pengetahuan.

c. Yunani Periode Setelah Trio Filosof Legendaris.

Gagasan trio filosofis ini diteruskan oleh filosof-filosof berikutnya sebagai upaya meneruskan dan mengembangkan pemikiran mereka. Tercatat adanya Stoisisme berbicara tentang etika, juga Epikurisme tentang etika. Selanjutnya yang paling berpengaruh adalah Neo-Platonisme filosof dari Mesir yang bernama asli Plotenus (205-270 BC) yang merupakan pendukung Trio Filosof. Ia cenderung mengatakan bahwa seluruh kenyataan ini merupakan suatu proses emanisasi, yang berasal dari yang Esa. Yang Esa adalah sumber dari yang ada. Konsep ini banyak dikembangkan kedalam nilai-nilai dari doktrin agama. Sebab ada relevansinya dengan kaidah agama, untuk memperkuat doktrin agama digunakan argument akal seperti yang ada dalam pandangan Neo Platonisme. Jadi ilmu pengetahuan pada saat ini bukan hanya bergerak dari masalah makrokosmos ke mikroskosmos bahkan melampaui pada hal-hal yang berada pada masalah metafisik. Zaman ini berlangsung hingga awal abad pertama masehi.

sumber : http://stiebanten.blogspot.co.id/2011/10/sejarah-filsafat.html

1 komentar: