Jumat, 21 Oktober 2016

Wilayah filsafat matematika

berdasarkan buku The Philosophy of Mathematics Education oleh Paul Ernest (Terjemahnya) Pada Bab 2 The Philosophy of Mathematics Reconceptualized kalau di terjemahkan artinya rekonseptualisasi filsafat matematika. pada sub Bab terdapat judul wilayah filsafat matematika.

wilayah filsafat matematika
Ada tiga hal yang dianggap penting tentang filsafat dan pendidikan. Setiap masalah ini digambarkan dalam bentuk sebuah dikotomi yang selalu berisi perbandingan pemikiran sudut pandang filsafat absolutis dan fallibilis.
Pertama, ada perbedaan antara pengetahuan sebagai produk akhir  yang sebagian besar diwujudkan dalam bentuk dalil-dalil dengan  kegiatan memahami atau kegiatan mencari pengetahuan. Yang terakhir berhubungan dengan asal-usul pengetahuan dan dengan keterlibatan  manusia  dalam penciptaannya.
Pandangan absolutis terfokus pada yang pertama yaitu produk akhir yang sudah selesai dan dasar-dasar kebenarannya. Pandangan filsafat absolutis tidak hanya terfokus pada pengetahuan sebagai produk  objektif, mereka sering menolak keabsahan filsafats terkait dengan  asal  usul pengetahuan dan lebih suka memasukan wilayah itu kedalam wilayah ilmu psikologi dan ilmu social. Kecuali aliran konstruktifisme  yang mengakui elemen mencoba mencari tahu dalam bentuk yang telah ada.
Pandangan fallibilis terkait dengan hakikat matematika, dengan mencari tahu atau memahami kesalahan dalam matematika,  tidak dapat terlepas dari pemikiran untuk menggantikan teori dan mengembangkan pengetahuan. Pada intinya pandangan seperti  ini  sangat berhubungan dengan konteks penciptaan pengetahuan dan asal-usul sejarah matematika, jika pandangan ini bisa dikatakan mampu memberikan gambaran dan penjelasan yang baik tentang matematika secara utuh.
Kedua, ada perbedaan antara matematika sebagai pengetahuan yang berdiri sendiri dan bebas nilai dengan matematika sebagai sesuatu yang berhubungan dan menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari jaringan ilmu pengetahuan manusia.
Absolutis matematika menyebutnya sebagai status unik dengan mengatakan bahwa matematika adalah satu-satunya ilmu pengetahuan yang didasarkan pada pembuktian-pembuktian  yang  kuat. Kondisi  ini disertai dengan penolakan pandangan  internalis  terkait dengan relefansi sejarah atau asal-usul atau konteks manusia, semakin menguatkan batas bahwa matematika adalah diisplin yang terpisah dan berdiri seendiri.
Fallibilis memasukan lebih banyak hal didalam wilayah filsafat matematika. Karena matematika dipandang tidak  absolute,  maka matematika tidak dapat secara sah dipisahkan dari ilmu  pengetahuan empiris (dan oleh karena itu tidak absolut) pengetahuan  fisik  dan  ilmu lainnya. Karena aliran fallibilism masuk kedalam wilayah  asal  usul (terciptanya) pengetahuan matematika dan juga produknya, maka matematika dipandang sebagai bagian yang menyatu dengan  sejarah  dan kehidupan manusia.
Ketiga, perbedaan ini memisahkan pandangan matematika sebagai  ilmu yang objektif dan bebas nilai karena hanya terfokus pada logika internalnya sendiri, dengan memandang matematika sebagai bagian  yang  menyatu dengan budaya manusia dan oleh karena itu dipengaruhi  oleh  nilai-nilai manusia seperti halnya wilayah dan pengetahuan lainnya.
Pandangan filsafat absolutis dengan fokus internalnya, memandang matematika sebagai ilmu yang objektif dan terlepas dari moral  dan  nilai-nilai manusia. Pandangan fallibilis sebaliknya menghubungkan matematika dengan  ilmu pengetahuan  lainnya berlandaskan pada sejarah dan asal-usul sosialnya. Oleh Karena itu falliblis memandang matematika memiliki nilai-nilai lainnya seperti nilai moral dan social yang memiliki  peran  penting dalam pengembangan dan penerapan matematika.
Apa yang disajikan disini adalah bahwa wilayah filsafat matematika seharusnya mencakup persoalan-persoalan eksternal  dengan dasar sejarah dan konteks social matematika selain fokus  pada  persoalan internal terkait dengan pengetahuan, eksistensi dan kebenaran.

terima kasih ^^
sumber : buku terjemahan dari The Philosophy of Mathematics Education oleh Paul Ernest

1 komentar: